Malar segar banjaran Titiwangsa kami rentasi, nyaman udara Tasik Banding persada Darul Ridzuan, mengapa jiwa saya tak keruan tatkala melewati negeri ini?
Biduk berlalu telepok bertaut,
mekar seroja minggir ke tepi,
dingin bayu berpuput lembut,
mengapa gersang di pinggir hati?
Malam yang dinanti pun tiba, rombongan kami bertiga mengiringi Bentara Guru Datuk Segedung Ilmu disambut mesra oleh urusetia Malam Puisi Utusan 09 lalu dibawa menuju ke meja kedua paling hadapan. Sudah menanti di sana, Pujangga Negara SN Dato' Dr. A. Samad Said dan isteri tercinta.
Ada tiga perkara yang sangat-sangat mengujakan jiwa saya. Pertama, wow nasi lemak daun pisang! Mmm, aromanya sama seperti yang pernah saya hidu di SK Pelabuhan Kelang dekat tiga dekad lalu. Terima kasih banyak-banyak kepada Nik, pengacara Nasi Lemak Kopi `O' yang mengesyorkan menu ini kepada pihak pengajur. Kedua, puisi rafik saya yang berjudul Lelaki Yang Patah Sayap Kirinya dideklamasikan oleh adik ipar rakan lama yang pernah berkongsi pentas Pesta Pantun 1990 dengan saya semasa Selangor menjadi tuan rumah. Nama rakan sepestapantun saya itu Rozi, tapi saya selesa-mesra panggil dia Tuty. Ketiga, yang ini punca utama pemergian saya ke MPU09. Yahoo... buat kesekian kali, dapat saya saksikan Bentara Guru Datuk Segedung Ilmu beraksi dengan segak tak bersangga, penuh gaya wira Melayu menghunus Sepukal Malela melontarkan bait kata menyeru kita bersatu menjaga tanah air nan tercinta!
"Jika ada penderhaka di luar kubu negara/jangan sekali-kali ada Sang Rajuna Tapa membuka pintu kota/Ini tanah air kita/kita kepung, kita jaga, kita pelihara."
(Puisi di atas diadaptasi daripada puisi asal karya Dato' Prof. Dr. Hashim Yaacob yang dideklamasikan pada MPU09.)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan